Fail Panitia Dan Buku Kelas Membaca dan Menghafaz alquranKKQ 2022

Contoh Soalan KKQ Ting 1-5

MODUL KKQ 2014 TING 3 & 5

MAKDIS

Fail Panitia Dan Buku KKQ

Contoh Head Count dan Perancangan Strategik Pend. Syariah & B.Arab

Kajian Tindakan PAI

23 Ogo 2011

ARTIKEL : Hartamu jangan dimusnahkan, agamamu jangan dihapuskan

Hartamu jangan dimusnahkan, agamamu jangan dihapuskan




"Beramallah untuk duniamu seolah-olah kamu akan hidup kekal abadi dan beramallah untuk akhiratmu seolah-olah kamu akan mati esok hari." 

Kata-kata ini biasa kita ucapkan dan biasa juga didengari. Maksudnya, kita hendaklah berusaha mencari harta di dunia ini sedaya upaya kita di samping kita juga bersungguh-sungguh mencari akhirat seolah-olah kita akan meninggal dunia esok hari. 

Jadi, tidak salah untuk kita mencari harta atau 'gila harta', bahkan salah kalau kita tidak mencari harta sehingga jatuh miskin dan meminta-minta daripada manusia. Salah satu maqasid atau daruriyyat al-khams yang disepakati para ulama ialah maqasid memelihara harta. Hifz al-mal atau memelihara harta menjadi satu matlamat syariat yang ingin direalisasikan melalui hukum-hukum yang ada dalam Islam. 

Kedudukan dan nilai harta dalam Islam 

Harta mempunyai kedudukan yang penting dalam kehidupan manusia. Harta menjadi wasilah dalam Islam untuk mencapai matlamat syariat sama ada matlamat di dunia mahupun di akhirat. Seseorang manusia tidak mungkin hidup kecuali dengan harta kerana melalui harta, ia dapat makan dan minum, memakai pakaian, membina rumah dan memenuhi keperluan-keperluan hidup yang lain. (al-Qaradawi, Maqasid al-Shari'ah al-Muta'alliqah bi al-Mal, hlm 5) 

Tanpa harta, seseorang tidak mampu mengeluarkan zakat, membebaskan hamba dan memberikan sumbangan khairat. Sebab itulah al-Quran menganggap harta sebagai qiyama (asas pembangunan) bagi kehidupan manusia. 

Allah berfirman yang bermaksud, "Ðan janganlah kamu berikan (serahkan) kepada orang yang belum sempurna akalnya harta (mereka yang ada dalam jagaan) kamu, (harta) yang Allah telah menjadikannya untuk kamu sebagai asas pembangunan kehidupan kamu." (Surah an-Nisa' 4:5) 

Al-Quran menjelaskan bahawa harta bukan menjadi bala atau bencana kepada manusia, sebaliknya harta disifatkan sebagai satu kebaikan. Firman Allah SWT yang bermaksud, "Ðan sesungguhnya ia melampau sangat sayang kebaikan (harta sehingga menjadi tamak haloba)." (Surah al-'Adiyyat 100:8) 

Ayat ini menyifatkan harta sebagai khayr yakni kebaikan. Cuma kita dilarang mencintai harta secara melampaui batas sehingga melupakan akhirat. Sama jugalah seperti firman Allah SWT mafhumnya, "Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapa dan karib kerabatnya secara makruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa." (Surah al-Baqarah 2:180) 

Jadi, harta adalah satu kebaikan dan kebaikan perlu dijaga serta dipelihara dalam Islam. 

__,_._,___

19 Ogo 2011

INFO : Sejarah Pembukuan Al-Qur'an


Sejarah Pembukuan Al-Qur'an dapat dibagi menjadi tiga periode :
1. Pembukuan Al-Qur'an pada Masa Nabi Muhammad SAW
2. Pembukuan Al-Qur'an pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
3. Pembukuan Al-Qur'an pada masa Usman bin Affan

1. Pembukuan Al-Qur'an pada Masa Nabi Muhammad SAW
Pembukuan Al Qur'an pada masa Nabi Muhammad SAW masih dalam bentuk ...

Pengumpulan dalam arti penulisan Al-Qur'an yang pertama.
Nabi Muhammad SAW setelah menerima wahyu kemudian mengangkat para Sahabat-Sahabatnya sebagai penulis wahyu Al-Qur'an seperti : Ali bin Abi Tholib, Muawiyah, 'Ubai bin Ka'ab dan Zaid bin Tsabit.
Ketika Wahyu atau Ayat Al-Qur'an turun, Nabi Muhammad SAW kemudian memerintahkan Ali bin Abi Thalib, Muawiyah, 'Ubai bin Ka'ab dan Zaid bin Tsabit.
menuliskannya dan menunjukkan tempat Ayat tersebut dalam Surat Al-Qur'an, sehingga penulisan pada lembar itu membantu penghafalan di dalam hati. Para sahabat juga menuliskan Al-Qur'an yang telah turun di tempat lainnya seperti pada pelepah kurma , lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, dan lain-lain..
Zaid bin Tsabit, menjelaskan : "Kami menyusun Al-Qur'an dihadapan Rasulullah pada kulit binatang."

Pembukuan Al-Qur'an pada masa Nabi Muhammad SAW tidak terkumpul dalam satu mushaf; yang ada pada seseorang belum tentu dimiliki orang lain. Para ulama telah menyampaikan bahwa segolongan dari mereka, di antaranya Ali bin Abi Thalib, Muaz bin Jabal, Ubay bin Ka'ab, Zaid bin Tsabit dan Abdullah bin Mas'ud telah menghafalkan seluruh isi Al-Qur'an di masa Nabi Muhammad SAW. Dan Zaid bin Tsabit adalah orang yang terakhir kali membacakan Al-Qur'an di hadapan Nabi Muhammad SAW.

Nabi Muhammad SAW. wafat ketika Al-Qur'an telah dihafal dan ditulis dalam mushaf yang tersusun dalam bentuk : Ayat-ayat dan Surat-surat dipisah-pisahkan, atau dibukukan Ayat-ayatnya saja dan setiap surah berada dalam satu lembar secara terpisah dalam tujuh huruf.
Pembukuan Al-Qur'an pada masa ini belum dikumpulkan dalam satu mushaf yang lengkap. karena Nabi Muhammad SAW masih selalu menunggu turunnya Wahyu berikutnya .Ketika Wahyu turun, para Sahabat dan para Qurra ( pembaca Al-Qur'an ) segera menghafalnya dan para Sahabat segera menulisnya.

Kadang – kadang dalam Wahyu yang turun mengandung Ayat Nasikh dan Mansukh . Terdapat ayat yang menasikh (menghapuskan) sesuatu yang turun sebelumnya ( Mansukh ) Bentuk penulisan Al-Qur'an itu tidak menurut tertib urutan turunnya /nuzulnya, tetapi setiap ayat yang turun dituliskan ditempat penulisan sesuai dengan petunjuk Nabi Muhammad SAW-

Pengumpulan Qur'an dimasa Nabi ini dinamakan:
a) penghafalan, dan
b) pembukuan yang pertama.

b. Pembukuan Al-Qur'an pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq

Abu Bakar diangkat menjadi khalifah setelah wafatnya Rasulullah. Ia dihadapkan kepada peristiwa-peristiwa besar berkenaan dengan kemurtadan sebagian orang Arab. Karena itu ia segera menyiapkan pasukan dan mengirimkannya untuk memerangi orang-orang yang murtad itu. Peperangan Yamamah yang terjadi pada tahun 12 H melibatkan sejumlah besar sahabat yang hafal Qur'an. Dalam peperangan ini tujuh puluh Qorri ( Sahabat yang hafal Al Qur'an ) gugur. Umar bin Khatab merasa sangat kuatir melihat kenyataan ini, lalu ia menghadap Abu Bakar dan mengajukan usul kepadanya agar mengumpulkan dan membukukan Qur'an karena dikhawatirkan akan musnah, sebab peperangan Yamamah telah banyak membunuh para qorri'.

Abu Bakar menolak usulan itu dan berkeberatan melakukan apa yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah. Tetapi Umar tetap membujuknya, sehingga Allah membukakan hati Abu Bakar untuk menerima usulan Umar tersebut, kemudian Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Sabit, untuk membukukan Al Qur'an. Abu Bakar menceritakan kepadanya kekhawatiran dan usulan Umar. Pada mulanya Zaid menolak seperti halnya Abu Bakar sebelum itu. Keduanya lalu bertukar pendapat, sampai akhirnya Zaid dapat menerima dengan lapang dada perintah penulisan Al-Qur'an itu. Zaid bin Sabit melalui tugasnya yang berat ini dengan bersadar pada hafalan yang ada dalam hati para qurra dan catatan yang ada pada para penulis. Kemudian lembaran-lembaran (kumpulan) itu disimpan ditangan Abu Bakar. Setelah ia wafat pada tahun 13 H, lembaran-lembaran itu berpindah ke tangan Umar dan tetap berada ditangannya hingga ia wafat. Kemudian mushaf itu berpindah ketangan Hafsah putri Umar. Pada permulaan kekalifahan Usman, Usman memintanya dari tangan Hafsah.

c. Pembukuan Al Qur'an pada masa Usman.bin Affan
Penyebaran Islam bertambah dan para qurra pun tersebar di berbagai wilayah, dan penduduk disetiap wilayah itu mempelajari qira'at (bacaan) dari qari yang dikirim kepada mereka. Cara-cara pembacaan (qiraat) Qur'an yang mereka bawakan berbeda-beda sejalan dengan perbedaan 'huruf ' yang dengannya Al-Qur'an diturunkan. Apabila mereka berkumpul disuatu pertemuan atau disuatu medan peperangan, sebagian mereka merasa heran dengan adanya perbedaan qiraat ini. Terkadang sebagian mereka merasa puas, karena mengetahui bahwa perbedaan-perbedaan itu semuanya disandarkan kepada Rasulullah. Tetapi keadaan demikian bukan berarti tidak akan menyusupkan keraguan kepada generasi baru yang tidak melihat Rasulullah sehingga terjadi pembicaraan bacaan mana yang baku dan mana yang lebih baku. Dan pada gilirannya akan menimbulkan saling bertentangan bila terus tersiar. Bahkan akan menimbulkan permusuhan dan perbuatan dosa. Fitnah yang demikian ini harus segera diselesaikan.

Ketika terjadi perang Armenia dan Azarbaijan dengan penduduk Iraq, diantara orang yang ikut menyerbu kedua tempat itu ialah Huzaifah bin al-Yaman. Ia banyak melihat perbedaan dalam cara-cara membaca Qur'an. Sebagian bacaan itu bercampur dengan kesalahan; tetapi masing-masing memepertahankan dan berpegang pada bacaannya, serta menentang setiap orang yang menyalahi bacaannya dan bahkan mereka saling mengkafirkan. Melihat kenyataan demikian Huzaifah segara menghadap Usman dan melaporkan kepadanya apa yang telah dilihatnya. Usman juga memberitahukan kepada Huzaifah bahwa sebagian perbedaan itu pun akan terjadi pada orang-orang yang mengajarkan Qiraat pada anak-anak. Anak-anak itu akan tumbuh, sedang diantara mereka terdapat perbedaan dalam qiraat. Para sahabat amat memprihatinkan kenyataan ini karena takut kalau-kalau perbedaan itu akan menimbulkan penyimpangan dan perubahan. Mereka bersepakat untuk menyalin lembaran-lembaran yang pertama yang ada pada Abu Bakar dan menyatukan umat Islam pada lembaran-lembaran itu dengan bacaan tetap pada satu huruf.

Usman kemudian mengirimkan utusan kepada Hafsah (untuk meminjamkan mushaf Abu Bakar yang ada padanya) dan Hafsah pun mengirimkan lembaran-lembaran itu kepadanya. Kemudian Usman memanggil Zaid bin Sabit , Abdullah bin Zubair, Said bin 'As, dan Abdurrahman bin Haris bin Hisyam. Ketiga orang terakhir ini adalah orang Quraisy, lalu memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf, serta memerintahkan pula agar apa yang diperselisihkan Zaid dengan ketiga orang Quraisy itu ditulis dalam bahasa Quraisy, karena Qur'an turun dengan logat mereka.

Mereka melakukan perintah itu. Setelah mereka selesai menyalinnya menjadi beberapa mushaf, Usman mengembalikan lembaran-lembaran asli itu kepada Hafsah. Kemudian Usman mengirimkan ke setiap wilayah mushaf baru tersebut pada setiap wilayah yaitu masing-masing satu mushaf. Dan ditahannya satu mushaf untuk di Madinah, yaitu mushafnya sendiri yang dikenal dengan nama "mushaf Imam".

Penamaan mushaf itu sesuai dengan apa yang terdapat dalam riwayat-riwayat dimana ia mengatakan: " Bersatulah wahai umat-umat Muhammad, dan tulislah untuk semua orang satu imam (mushaf Qur'an pedoman)." Kemudian ia memerintahkan untuk membakar mushaf yang selain itu. Umatpun menerima perintah dengan patuh, sedang qiraat dengan enam huruf lainnya ditingalkan. Keputusan ini tidak salah, sebab qiraat dengan tujuh huruf itu tidak wajib. Seandainya Rasulullah mewajibkan qiraat dengan tujuh huruf itu semua, tentu setiap huruf harus disampaikan secara mutawatir sehingga menjadi hujjah. Tetapi mereka tidak melakukannya. Ini menunjukkan bahwa qiraat dengan tujuh huruf itu termasuk dalam katergori keringanan. Dan bahwa yang wajib ialah menyampaikan sebagian dari ketujuh huruf tersebut secara mutawatir dan inilah yang terjadi.

Jumlah ayat Al – Qur'an

Sering kita dengar orang-orang menyebutkan bahwa jumlah ayat di dalam al-Qur'an adalah 6.666 (enam ribu, enam ratus, dan enam puluh enam). Jumlah semua ayat Al-Qur'an yang sebenarnya adalah:
Surat:
1-5 ( 7 + 286 + 200 + 176 + 120 ) = 789 ayat
6-10 ( 165 + 206 + 75 + 129 + 109 ) = 684
11-15 ( 123 + 111 + 43 + 52 + 99 ) = 428
16-20 ( 128 + 111 + 110 + 98 + 135 ) = 582
21-25 ( 112 + 78 + 118 + 64 + 77 ) = 449
26-30 ( 227 + 93 + 88 + 69 + 60 ) = 537
31-35 ( 34 + 30 + 73 + 54 + 45 ) = 236
36-40 ( 83 + 182 + 88 + 75 + 85 ) = 513
41-45 ( 54 + 53 + 89 + 59 + 37 ) = 292
46-50 ( 35 + 38 + 29 + 18 + 45 ) = 165
51-55 ( 60 + 49 + 62 + 55 + 78 ) = 304
56-60 ( 96 + 29 + 22 + 24 + 13 ) = 184
61-65 ( 14 + 11 + 11 + 18 + 12 ) = 66
66-70 ( 12 + 30 + 52 + 52 + 44 ) = 190
71-75 ( 28 + 28 + 20 + 56 + 40 ) = 172
76-80 ( 31 + 50 + 40 + 46 + 42 ) = 209
81-85 ( 29 + 19 + 36 + 25 + 22 ) = 131
86-90 ( 17 + 19 + 26 + 30 + 20 ) = 112
91-95 ( 15 + 21 + 11 + 8 + 8 ) = 63
96-100 ( 19 + 5 + 8 + 8 + 11 ) = 51
101-105 ( 11 + 8 + 3 + 9 + 5 ) = 36
106-110 ( 4 + 7 + 3 + 6 + 3 ) = 23
111-114 ( 5 + 4 + 5 + 6 ) = 20
-----------------------------------------------------------
Jumlah seluruhnya = 6,236 ayat
-----------------------------------------------------------

__,_._,___

17 Ogo 2011

INFO : Panduan Ringkas I'tikaf. Sunnah Yang Dilupai Oleh Umat


Panduan Ringkas I'tikaf

http://www.intisonline.com/artikel/panduan-ringkas-itikaf
Admin INTIS Online | August 15, 2011

Definisi I'tikaf:

Dari segi bahasa: I'tikaf bermakna :berdiam di suatu tempat untuk melakukan sesuatu pekerjaan ; yang baik mahupun yang buruk dan tetap dalam keadaan demikian.

Dari segi istilah: I'tikaf bermaksud duduk di masjid dalam rangka ibadah yang dilakukan oleh orang yang tertentu, dengan sifat atau cara yang tertentu dan pada waktu yang tertentu (Lihat Fathul Bari 4 : 344)


Dalil-Dalil Pensyariatan I'tikaf:


Dalil al-Quran:

وَلاَ تُـبَاشِرُو�'هُن�`َ وَأَن�'ـتُم�' عَاكِفُونَ فِي ال�'مَسَاجِدِ البقرة : 187

"Dan janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri`tikaf dalam mesjid"(Al Baqarah : 187)


Dalil-dalil As-Sunnah:


Dari Abu Hurairah radiallahu `anhu, beliau berkata:

كَانَ الن�`َبِى�`ُ � صلى الله عليه وسلم � يَع�'تَكِفُ فِى كُل�`ِ رَمَضَانَ عَش�'رَةَ أَي�`َامٍ ، فَلَم�`َا كَانَ ال�'عَامُ ال�`َذِى قُبِضَ فِيهِ اع�'تَكَفَ عِش�'رِينَ يَو�'مًا

"Nabi sallallahu `alaihi wa sallam biasa beri'tikaf pada bulan Ramadhan selama sepuluh hari. Namun pada tahun wafatnya, Baginda beri'tikaf selama dua puluh hari".[HR. al-Bukhari no. 2044 ]


`Aisyah radiallahu `anha berkata:

أَن�`َ الن�`َبِى�`َ � صلى الله عليه وسلم � كَانَ يَع�'تَكِفُ ال�'عَش�'رَ الأَوَاخِرَ مِن�' رَمَضَانَ حَت�`َى تَوَف�`َاهُ الل�`َهُ ، ثُم�`َ اع�'تَكَفَ أَز�'وَاجُهُ مِن�' بَع�'دِهِ

"Nabi sallallahu `alaihi wa sallam beri'tikaf pada sepuluh hari yang akhir dari Ramadhan sehingga Allah mengambil nyawanya, setelah kewafatan baginda isteri-isteri baginda pun beri'tikaf ."[HR. al-Bukhari no. 2026 dan Muslim no. 1172]


Hukum I'tikaf


Al-Imam Ibn al-Munzir berkata: Para ulama' telah bersepakat/ijma' bahawa I'tikaf adalah sunat, dan bukan kewajipan kecuali jika seseorang bernazar mewajibkan dirinya untuk melakukan I'tikaf [Al Mughni, 4/456 ]


Al-Imam Ibn Arabi al-Maliki dan Ibn Batthal rahimahumallah menyatakan bahawa I'tikaf merupakan sunnah muakkadah/sunat yang sangat dituntut kerana Rasulullah Sallallahu `Alaihi Wassalam tidak pernah meninggalkannya.


Waktu I'tikaf

I'tikaf boleh dilakukan pada bila-bila masa, dan ia sangat ditekankan pada 10 hari akhir Ramadhan kerana Rasulullah Sallallahu `Alaihi Wassalam sentiasa melakukannya.


Batasan Waktu:

Ulama' bersepakat bahawa I'tikaf tidak mempunyai had masa maksima, akan tetapi mereka berbeza pendapat tentang minimum waktu I'tikaf.

Majoriti ulama' berpendapat bahawa tiada masa minima untuk I'tikaf. I'tikaf sah walau hanya duduk seketika di dalam masjid. Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata:


"Adapun tentang minima tempoh I'tikaf, pendapat yang benar yang diputuskan oleh jumhur ulama' ialah disyaratkan berada di dalam masjid, dan dibenarkan melakukannya dalam tempoh yang panjang mahupun pendek, hatta walau satu jam mahupun seketika" [al-Majmu', 6/514]

Shaikh Ibn Bazz menyatakan bahawa Imam Ab Hanifah dan sebahagian ulama' Maliki berpendapat tempoh minima ialah satu hari. [Majmu' al-Fatawa 15/441]


Di Manakah Lokasi I'tikaf?

Al-Hafiz Ibnu Hajar rahimahullah berkata, "Para ulama bersepakat bahawa disyaratkan melakukan i'tikaf di masjid."[Fathul Bari, 4/271 ]

Ini berdalilkan ayat berikut ayat 187 surah al-Baqarah: "�.. Sedang kamu beri'tikaf dalam masjid".


Para ulama' berbeza pendapat apakah ia sah dilakukan di semua masjid yang mendirikan solat lima waktu berjemaah, atau hanya untuk masjid jami'/masjid yang dilakukan solat fardhu Jumaat.?


Imam Malik Rahimahullah berpendapat ia sah dilakukan di mana-mana masjid yang didirikan solat fardhu lima waktu secara berjemaah [di dalam istilah di Malaysia, dipanggil surau/musolla]


Al-Imam asy-Syafie Rahimahullah pula mensyaratkan agar ia dilakukan di masjid jami'/masjid yang melakukan solat fardhu Jumaat [Al Mughni, 4/462 ] agar orang tersebut tidak perlu ke tempat lain untuk mendirikan solat Jumaat.


Bilakah bermulanya waktu I'tikaf 10 akhir Ramadhan?


Pendapat pertama: Masuk ke masjid sebelum masuk waktu Maghrib 20 Ramadhan. Ini merupakan pendapat jumhur empat mazhab.


Pendapat kedua: Selepas Solat Subuh 21 Ramadhan. Ini merupakan pendapat Al-ImamAl Auza'ie, Al-Laits dan At-Tsauri, Al Hafiz Ibn Hajar al-Asqalani dan Al-Imam As-Son'ani Rahimahumullah. Mereka berdalilkan hadis berikut:

كَانَ رَسُولُ الل�`َهِ � صلى الله عليه وسلم � يَع�'تَكِفُ فِى كُل�`ِ رَمَضَانَ ، وَإِذَا صَل�`َى ال�'غَدَاةَ دَخَلَ مَكَانَهُ ال�`َذِى اع�'تَكَفَ فِيهِ

"Rasulullah sallallahu `alaihi wasallam biasa beri'tikaf pada bulan Ramadhan. Apabila selesai solat Subuh, baginda masuk ke tempat I'tikaf baginda. [HR. al-Bukhari no. 2041 ].


Untuk lebih berhati-hati dicadangkan agar mengambil pendapat pertama agar tidak terlepas malam Lailatulqadar seandainya ia berlaku pada malam 21 Ramadhan.

Ulama jua berbeza pendapat pada waktu bilakah kita perlu keluar daripada masjid, pada Maghrib hari terakhir Ramadhan, atau selepas solat Aidilfitri.


Bolehkah wanita melakukan I'tikaf?


Ini berdasarkan dalil berikut: `Aisyah radiallahu `anha berkata,

كَانَ رَسُولُ الل�`َهِ � صلى الله عليه وسلم � يَع�'تَكِفُ فِى كُل�`ِ رَمَضَانَ ، وَإِذَا صَل�`َى ال�'غَدَاةَ دَخَلَ مَكَانَهُ ال�`َذِى اع�'تَكَفَ فِيهِ � قَالَ � فَاس�'تَأ�'ذَنَت�'هُ عَائِشَةُ فَأَذِنَ لَهَا

"Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam biasa beri'tikaf pada bulan Ramadhan. Apabila selesaiSolat Subuh, baginda masuk ke tempat I'tikaf baginda. Dia (Yahya bin Sa'id) berkata: Kemudian `Aisyah radiallahu `anha meminta izin untuk beri'tikaf , maka baginda mengizinkannya. " [HR. al-Bukhari no. 2041]


`Aisyah radiallahu `anha berkata:

أَن�`َ الن�`َبِى�`َ � صلى الله عليه وسلم � كَانَ يَع�'تَكِفُ ال�'عَش�'رَ الأَوَاخِرَ مِن�' رَمَضَانَ حَت�`َى تَوَف�`َاهُ الل�`َهُ ، ثُم�`َ اع�'تَكَفَ أَز�'وَاجُهُ مِن�' بَع�'دِهِ

"Nabi sallallahu `alaihi wa sallam beri'tikaf pada sepuluh hari yang akhir dari Ramadhan sehingga Allah mengambil nyawanya, setelah kewafatan baginda isteri-isteri baginda pun beri'tikaf ."[HR. Bukhari no. 2026 dan Muslim no. 1172]


Akan tetapi wanita tersebut hendaklah mendapat keizinan daripada suami, keadaan yang aman daripada fitnah, serta tidak melakukan perkara yang melanggar syara' seperti berwangi-wangian, berhias-hias dan sebagainya.


Perkara-Perkara Yang Membatalkan I'tikaf

1) Keluar masjid tanpa alasan syar'i dan tanpa ada keperluaan yang mendesak.

2) Jima' (bersetubuh) -Ibn al-Munzir telah menukil ijma'/kesepakatan ulama' bahawa yang dimaksudkan dengan mubasyaroh dalam surat Al Baqarah ayat 187 adalah jima' (hubungan intim) [Fathul Bari, 4/272 ].


Adab-adab I'tikaf

Seseorang hendaklah menyibukkan diri dengan melakukan ketaatan seperti berdoa, zikir, berselawat pada Nabi, mempelajari Al-Quran dan mengkaji Al-Hadis. Dimakruhkan menyibukkan diri dengan perkataan dan perbuatan yang tidak bermanfaat. [Shahih Fiqh Sunnah, 2/150-158]


Seseorang hendaklah sentiasa menjaga kebersihan diri ketika beri'tikaf. Dia hendaklah memakai wangi-wangian, berpakai yang elok, mandi, bersikat rambut. Ini terbukti pada kisah `Aisyah menyikatkan rambut Nabi Sallallahu `Alaihi Wassalam ketika baginda sedang beri'tikaf.


Kebersihan masjid juga hendaklah dijaga. Peralatan yang dibawa hendaklah dikemaskan agar tidak mengganggu orang yang solat.


Yang Dibolehkan Ketika I'tikaf

1) Keluar masjid disebabkan ada hajat yang mesti ditunaikan seperti keluar untuk makan, minum, dan hajat lain yang tidak mampu dilakukan di dalam masjid.

2) Melakukan hal-hal harus seperti bercakap-cakap dengan orang lain.

3) Isteri mengunjungi suami yang beri'tikaf dan berdua-duaan dengannya.

4) Mandi dan berwudhu di masjid.

5) Membawa kelengkapan tidur seperti tilam, bantal untuk tidur di masjid.


Faedah-Faedah I'tikaf

1. I'tikaf merupakan wasilah (cara) yang digunakan oleh Nabi Salllahu `Alaihi Wassalam untuk mendapatkan malam Lailatulqadar

2. Orang yang melakukan i'tikaf akan dengan mudah mendirikan solat fardhu berjamaah berterusan bahkan dengan i'tikaf seseorang selalu beruntung atau paling tidak berpeluang besar mendapatkan saf pertama

3. I'tikaf membiasakan jiwa untuk suka berlama-lama tinggal di dalam masjid, dan menjadikan hatinya terpaut pada masjid

4. I'tikaf akan menjaga puasa seseorang daripada perbuatan-perbuatan dosa. Ia juga merupakan sarana untuk menjaga mata dan telinga daripada hal-hal yang diharamkan

5. I'tikaf membiasakan hidup sederhana, zuhud dan tidak tamak terhadap dunia yang sering membuatkan ramai manusia tenggelam dalam kenikmatannya.


Memburu Lailatulqadar

Dalil al-Quran:

إِن�`َا أَن�'زَل�'نَاهُ فِي لَي�'لَةِ ال�'قَد�'رِ (1) وَمَا أَد�'رَاكَ مَا لَي�'لَةُ ال�'قَد�'رِ (2) لَي�'لَةُ ال�'قَد�'رِ خَي�'رٌ مِن�' أَل�'فِ شَه�'رٍ (3

"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada lailatul qadar . Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan." (Al-Qadr: 1-3).


إِن�`َا أَن�'زَل�'نَاهُ فِي لَي�'لَةٍ مُبَارَكَةٍ إِن�`َا كُن�`َا مُن�'ذِرِينَ

"Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkati dan sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan." (Ad-Dukhan: 3). Yang dimaksud malam yang diberkati di sini adalah malam lailatul qadr. Inilah pendapat yang dikuatkan oleh Ibnu Jarir At-Thabari rahimahullah [Tafsir At-Thabari, 21/6 ]. Inilah yang menjadi pendapat majoriti ulama di antaranya Ibnu `Abbas radiallahu `anhuma.[Zaadul Masiir, 7/336-337 ]


Hadis-hadis berkaitan Lailatulqadar:

Dari Abu Hurairah Radiallahu `anhu, Nabi Sallallahu 'alaihi wassalam bersabda: " Sesiapa yang menghidupkan malam lailatulqadar dengan penuh keimanan dan mengharap, nescaya diampuni dosa-dosanya yang lalu." [al-Bukhari:1901 dan Muslim: 760]


Aisyah Radiallahu 'anha berkata, Rasulullah Sallallahu 'alaihi wassalam mengasingkan diri (di dalam masjid; beri'tikaf) pada sepuluh (malam) terakhir di dalam Ramadhan. Dan Rasulullah SAW berkata: "Carilah malam al-Qadr pada sepuluh malam terakhir dari Ramadhan." [al-Bukhari:2020 dan Muslim:219].


Aisyah RA berkata lagi, bahawa Rasulullah SAW berkata: "Carilah malam al-Qadr pada (malam-malam) yang ganjil daripada sepuluh malam yang akhir di bulan Ramadhan." [al-Bukhari]


Ibn Umar Radiallahu 'anhu berkata: "Beberapa orang daripada sahabat Nabi saw telah melihat malam al-Qadr di dalam tidur pada tujuh (malam) yang terakhir. Maka berkata Rasulullah SAW: "Aku melihat mimpi kamu bertepatan dengan tujuh (malam) yang terakhir. Sesiapa yang benar-benar mencarinya (malam al-Qadr), maka carilah ia di tujuh (malam) yang terakhir. [al-Bukhari:2015 dan Muslim:1165].


Doa di Malam al-Qadar

Daripada `Aisyah Radiallahu `Anhu:

قلت يا رسول الله أرأيت إن علمت أي ليلة ليلة القدر ما أقول فيها قال قولي

اَلل�`َهُم�`َ إِن�`َكَ عَفُو�`ٌ تُحِب�`ُ اَل�'عَف�'وَ فَاع�'فُ عَن�`ِي

Aku berkata: "Wahai Rasulullah, jika aku berkesempatan bertemu Malam Al-Qadar, apakah yang perlu aku katakan (doa) ?" Bersabda Nabi : disebutlah doa: "Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, dan amat suka memberi ampun, maka berikanlah daku keampunan"

[HR at-Tirmizi: 3513, Ibn Majah: 3119, Imam at-Tirmizi rahimahullah menyatakan ia hadis Hasan Sahih.]


__,_._,___

INFO : Makanan bazar Ramadan tercemar


 KUALA LUMPUR: Hasil kajian Jabatan Kesihatan, Dewan Bandaraya Kuala Lumpur (DBKL) ke atas 278 sampel makanan yang diambil daripada Operasi Bersepadu Bazar Ramadan bermula awal Ramadan lalu mendapati 19 peratus daripadanya tercemar dengan bakteria.

Pengarah Kesihatan DBKL, Dr Sallehudin Abu Bakar, berkata 53 daripada 278  sampel itu didapati mempunyai bakteria coliform dan e-coli yang dipercayai berpunca daripada pengendalian makanan yang salah.

Katanya, pihaknya akan mengambil tindakan tegas terhadap mereka yang tidak mementingkan kebersihan dengan mengeluarkan kompaun supaya mereka sedar kesalahan yang dilakukan.

"Antara makanan yang banyak didapati tercemar ialah  kuih yang menggunakan kelapa, nasi lemak, air jagung, tembikai dan soya.     "Kami akan keluarkan kompaun kepada peniaga selepas mendapati makanan atau minuman mereka mempunyai bakteria mengikut Undang-Undang Kecil Pengendalian Makanan 1987 yang boleh dikompaun RM500," katanya yang ditemui selepas operasi di Cheras, semalam.

Dr Sallehudin berkata, untuk operasi semalam 60 sampel diambil untuk kajian dan tindakan susulan akan diambil sekiranya didapati wujudnya bakteria pada makanan atau minuman berkenaan.

Katanya, Jabatan Kesihatan DBKL sudah menjalankan operasi ke atas 2,279 gerai di 47 bazar dan akan meneruskannya ke 33 bazar sebelum 25 Ramadan ini.

"Hari ini (semalam) kami sudah keluarkan tiga kompaun kepada peniaga atas kesalahan kecil seperti penggunaan pakaian tidak sesuai, menggunakan telur yang tidak dibasuh dan makanan tidak ditutup.

"Untuk kesalahan kecil ini, kami keluarkan 20 kompaun keseluruhan bagi menyedarkan peniaga. Walaupun kompaun ini RM50, namun sedikit sebanyak akan menyedarkan peniaga ini," katanya.

__,_._,___

16 Ogo 2011

ARTIKEL : Ramadhan Bulan al-Qur'an


Ramadhan Bulan al-Qur'an



Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memuliakan Ramadhan berbanding bulan-bulan yang lain dengan memilihnya sebagai bulan diturunkannya al-Qur'an al-'Azhim. Keistimewaan ini diberikan oleh Allah kepada bulan Ramadhan sebagaimana dinyatakan melalui firman-Nya:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ

"...Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan menjadi pembeza (di antara yang hak dengan yang bathil)." (Surah al-Baqarah, 2: 185)

Begitu juga sebagaimana dinyatakan di dalam hadis Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa Sallam bahawa bulan ramadhan merupakan bulan di mana Kitab-kitab Ilaahiyah diturunkan kepada para Nabi 'alaihimus Salam. (Tafsir Ibnu Katsir, 1/501)

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

أُنْزِلَتْ صُحُفُ إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ السَّلَامُ فِي أَوَّلِ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ، وَأُنْزِلَتِ التَّوْرَاةُ لِسِتٍّ مَضَيْنَ مِنْ رَمَضَانَ، وَالْإِنْجِيلُ لِثَلَاثَ عَشْرَةَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ، وَأُنْزِلَ الْقُرْقَانُ لِأَرْبَعٍ وَعِشْرِينَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ

"Shuhuf (lembaran-lembaran) Ibrahim diturunkan pada malam pertama bulan Ramadhan, Taurat diturunkan pada tarikh enam Ramadhan, Injil diturunkan pada tarikh tiga belas Ramadhan, dan al-Qur'an diturunkan (nuzul al-Qur'an) pada tarikh dua puluh empat Ramadhan." (Hadis Riwayat Ahmad, 28/191, no. 16984. Ath-Thabrani, 4/111, no. 3740. Dinilai hasan oleh al-Albani dan Ahmad Muhammad Syakir. Manakala sebahagian lain ada yang mendhaifkannya)

Wallahu a'lam, melalui hadis ini juga diperjelaskan kepada kita bahawa al-Qur'an mula diturunkan pada hari (malam) ke dua puluh empat di bulan Ramadhan.

Allah Subahanahu wa Ta'ala menjelaskan lagi bahawa al-Qur'an diturunkan pada malam yang penuh kemuliaan dan kesejahteraan, iaitu malam al-Qadr. Malam yang penuh dengan kebaikan melebihi seribu bulan. Ini sebagaimana firman-Nya:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ

"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Quran) pada malam al-Qadr. Tahukah kamu apa dia malam al-Qadr? Malam al-Qadr adalah malam yang lebih baik dari seribu bulan." (Surah al-Qadr, 97: 1-3)

Allah menurunkan al-Qur'an kepada Rasul kita Muhammad Shallallahu 'alaihi wa Sallam demi untuk membimbing manusia. Turunnya al-Qur'an merupakan peristiwa besar yang sekaligus menyatakan tinggi kedudukannya bagi penghuni langit dan bumi. Turunnya al-Qur'an pertama kali jatuh pada Lailatul Qadr (malam al-Qadr) yang mana merupakan pemberitahuan kepada alam samawi yang dihuni oleh para malaikat berkaitan kemuliaan umat Muhammad. Allah memuliakan kita sebagai umat Muhammad pada hari ini dengan risalah barunya agar menjadi umat yang paling baik yang dikeluarkan bagi manusia.

Berdasarkan pengangan jumhur ulama, al-Qur'an diturunkan secara sekaligus ke langit dunia di Baitul 'Izzah untuk menunjukkan kepada para malaikat-Nya bahawa betapa agungnya persoalan al-Qur'an ini. Seterusnya al-Qur'an diturunkan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam pertama kali pada malam itu juga. Kemudian secara beransur-ansur selama dua puluh tiga tahun bersesuaian dengan peristiwa-peristiwa yang mengiringinya bermula dari beliau diutus sehinggalah wafatnya. Selama tiga belas tahun beliau tinggal di Makkah, dan selama itu jugalah wahyu turun kepadanya. Selepas hijrah, beliau tinggal di Madinah selama sepuluh tahun. Beliau wafat dalam usia enam puluh tiga tahun.

Ini antaranya sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

وَقُرْآنًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنْزِيلا

"Dan al-Qur'an telah Kami turunkan dengan beransur-ansur agar kamu membacakannya perlahan-perlahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bahagian demi bahagian." (Surah al-Isra', 17: 106)

Turunnya al-Qur'an secara beransur-ansur amat berbeza dengan kitab-kitab yang turun sebelumnya, sangat mengejutkan orang, dan menimbulkan keraguan terhadapnya sebelum jelas bagi mereka rahsia hikmah Ilahi yang ada di balik itu. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam tidak menerima risalah besar ini dengan cara sekaligus, dan kaumnya yang sombong dan berhati keras turut dapat ditawan (dilunakkan) dengannya.

Antara hikmah wahyu ini turun secara beransur-angsur adalah demi menguatkan hati Rasul-Nya dan menjadikannya saling berkait dengan peristiwa serta kejadian-kejadian yang mengiringinya sehingga Allah menyempurnakan agama ini dan mencukupkan nikmat-Nya.

Tadarus al-Qur'an

Bertepatan dengan turunnya al-Qur'an di bulan Ramadhan, para ulama turut menamakan bulan ini sebagai bulan al-Qur'an. Bulan di mana umat Islam disunnahkan supaya menyibukkan diri dengan al-Qur'an. Iaitu menyibukkan diri dengan bertadarus atau mentadabburinya.

Maksud tadarus di sini adalah merujuk kepada membaca, mengulangkaji, mengajar, atau menyemak bacaan al-Qur'an.

'Abdullah B. 'Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ

"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam adalah orang yang paling dermawan. Beliau lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhan di ketika Jibril 'alaihis Salam datang menemui beliau. Jibril 'alaihis Salam selalu mendatangi beliau pada setiap malam bulan Ramadhan untuk membaca, mengajar, dan menyemak bacaan al-Qur'an bersama beliau. Ketika waktu tersebut, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam lebih dermawan dari hembusan angin." (Hadis Riwayat al-Bukhari, 1/7, no. 5)

Di antara faedah yang dapat diambil dari hadis ini adalah sebagaimana kata Imam an-Nawawi rahimahullah (Wafat: 676H):

واستحباب الأكثار من القراءة في رمضان وكونها أفضل من سائر الأذكار إذ لو كان الذكر أفضل أو مساويا لفعلاه

"Anjuran supaya memperbanyakkan bacaan al-Qur'an pada bulan Ramadhan. Kerana membaca al-Qur'an itu lebih utama dari zikir-zikir selainnya. Sekiranya zikir itu lebih utama atau sama nilai keutamaannya tentu Malaikat Jibril dan Rasulullah telah melakukannya (pada bulan Ramadhan)." (Fathul Bari, 1/31)

Para ulama dari kalangan Salaf ash-Sholeh lebih banyak membaca al-Qur'an sama ada dalam solat atau di luar solat ketika bulan Ramadhan berbanding bulan-bulan selainnya. Wallahu a'lam di sana ada beberapa riwayat yang menyebutkan tentang mereka di mana ada di antara mereka yang mengkhatam al-Qur'an setiap dua malam sekali pada bulan Ramadhan seperti al-Aswad, ada yang mengkhatam setiap minggu seperti Qotadah, dan ada pula yang mengkhatam setiap malam seperti Mujahid. Malah menurut ar-Rabi' B. Sulaiman, Imam asy-Syafi'i mengkhatamkan al-Qur'an sebanyak 60 kali pada bulan Ramadhan. (Siyar A'lam an-Nubala', 10/36)

Ketika era pemerintahan 'Umar al-Khaththab radhiyallahu 'anhu, Saa'ib B. Yazid menyatakan bahawa 'Umar pernah memerintahkan 'Ubai B. Ka'ab dan Tamim ad-Daari mengimami umat Islam solat tarawih dengan sebelas rakaat. Beliau menyatakan:

وَقَدْ كَانَ الْقَارِئُ يَقْرَأُ بِالْمِئِينَ حَتَّى كُنَّا نَعْتَمِدُ عَلَى الْعِصِيِّ مِنْ طُولِ الْقِيَامِ وَمَا كُنَّا نَنْصَرِفُ إِلَّا فِي فُرُوعِ الْفَجْرِ

"Pada ketika itu, seorang qari (imam) biasanya akan membaca ratusan ayat sehingga kami terpaksa bersandar kepada tongkat kami kerana terlalu lamanya berdiri. Kami bersurai (selesai solat) hanya ketika hampir-hampir masuk Subuh (fajar)." (Hadis Riwayat Malik, al-Muwaththa', 1/341, no. 232. Dinilai sahih oleh al-Albani, Irwa' al-Ghalil, 2/192)

Demikian juga ketika zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Sebagaimana diriwayatkan dalam Sunan at-Tirmidzi, Rasulullah pernah mengimami solat tarawih di bulan Ramadhan dengan bacaan al-Qur'an yang cukup panjang (atau banyak). Ia berlangsung satu malam suntuk sehingga para sahabat risau tidak sempat untuk bersahur. Dalam riwayat yang lain dinyatakan Rasulullah pernah mengimami solat tarawih dalam satu malam dengan membacakan surah al-Baqarah, Ali 'Imran, an-Nisaa', al-Ma'idah, dan al-An'am. (Rujuk: al-Albani, Sholatut Tarawih, m/s. 12)

Ini semua menunjukkan bahawa memperbanyakkan membaca al-Qur'an di bulan Ramadhan adalah salah satu sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam, para sahabat, dan para Salaf ash-Sholeh. Sunnah membaca ini bukan hanya sekadar membaca dan mengkhatamkan, tetapi perlu dengan penghayatan, kefahaman, tadabbur, serta mempelajarinya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman (dengan sempurna) ialah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal." (Surah al-Anfaal, 8: 2)

Maka ambillah peluang ini dan getarkanlah hati-hati kita dengan al-Qur'an. Sekiranya di bulan-bulan yang lain kita sering sibuk sehingga lalai dari al-Qur'an, maka seharusnya di bulan Ramadhan ini kita peruntukkanlah ruang untuk perniagaan membeli akhirat.

Ironinya apa yang kita lihat dalam kalangan masyarakat hari ini, bulan Ramadhan adalah bulan berpesta kain dan pakaian, pesta kuih dan juadah, pesta jualan dan perniagaan. Di mana slogan-slogan agama yang mengatakan Ramadhan adalah bulan ibadah, bulan al-Qur'an, bulan sedekah, bulan yang penuh dengan ganjaran kebaikan, dan yang di dalamnya ada malam al-Qadr?

Beleklah al-Qur'an, beleklah tafsir-tafsirnya, kuatkanlah hati untuk ke masjid solat berjama'ah, sambutlah Ramadhan dengan keimanan dan mengharap pahala Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan pohonlah keampunan kepada-Nya.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

"Sesiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan kerana iman dan mengharapkan pahala maka akan diampunkan dosa-dosanya yang telah lalu." (Hadis Riwayat al-Bukhari, 1/67, no. 37)

Wallahu a'lam...

__,_._,___

ARTIKEL : Sayangku, Engkaulah Pujaan Hatiku


Sungguh indahnya hidup ini bila kita menikah dengan orang yang kita cintai dan kita mengatakan, "Sayangku, engkaulah pujaan hatiku." Dunia seolah begitu terasa indah bagai hidup disurga, taman penuh bunga semerbak harum mewangi. Bayangan pendamping idaman sering waktu hadir begitu nyata dalam keseharian, masa manis dan indah terlewati. Begitu kehidupan rumah tangga dijalani, berbagai kesulitan dilewati, sang pendamping terlihat sosok sejatinya. Partner hidup yang tidak simpatik bahkan menyebalkan. Perilaku buruk mulai terlihat, sangat berbeda dengan yang kita kenal sebelum menikah dulu. Sifat yang santun, ramah dan penuh kasih sayang yang dulu ada pada dirinya, kini seolah sirna, diganti dengan perilaku yang kasar dan keras menghambur dalam kehidupan sehari-hari sehingga pendamping hidup kita yang disebut sebagai qurrata a'yun atau penyejuk hati benar-benar hanyalah impian, sulit untuk diwujudkan.

Padahal Rasulullah mengingatkan kita bahwa salah satu ciri di dalam keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah adalah adanya kelembutan dan kasih sayang pada keluarga itu. 'Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi suatu keluarga maka Allah akan memasukkan rasa kelembutan dan kasih sayang dalam diri mereka.' (HR. Imam Ahmad). Tercerabutnya kelembutan dan kasih sayang dari dalam seorang suami atau istri menyebabkan diri mereka bagai ongkokan kebusukan yang memperkeruh suasana di dalam Rumah tangga. Hilang keimanan dan ketaqwaan kepada Allah dari dalam diri pasangan suami istri menyebabkan carut marutnya sebuah rumah tangga. Akibatnya timbullah prasangka-prasangka buruk penuh kebencian, ketenteraman telah hilang membuat keluarga terancam kolaps.

Kesempurnaan itu bukan sosok diluar sana namun meletakkan diri kita sebagai sosok idaman bagi orang yang kita cintai. Kitalah yang menjadikan pendamping idaman bagi keluarga kita, Pendamping idaman adalah sebuah upaya untuk menjaga keluarga kita dari kehancuran. Apapun yang terjadi, kitalah yang harus berupaya menjaga keluarga agar tetap utuh, indah dan bahagia. 
__,_._,___